Selasa, 28 Juli 2015

nge-CAMP ? Samboang yukk ^^


Untuk kedua kalinya, liburan ke Bulukumba kami nge-camp di Pantai Samboang. Entah daya pikat apa yang dihadirkan surga kecil ini. Kami tidak akan bercoleh panjang kali lebar tapi melalui beberapa foto mungkin bisa menggambarkan bahwa: 

"BAHAGIA ITU SEDERHANA, INDONESIA YANG LUAR BIASA"

SUNRISE, 0 MDPL 

Packing ^^
in frame : awi, alam, daus, resa, jati, wahyu, syahrul, aswin, zaenab, dan saya


in frame : alam, aswin
in frame: zaenab, jati

lagi apa ? bersyukur :)


in frame: jati, daus, reza, alam, syahrul, aswin
salam sahabat dari kami, LINTAS BUDAYA INDONESIA

Senin, 27 Juli 2015

Melirik Kebudayaan di Tana Toa (Bagian 2)

Assalamualaikum kak dan selamat malam, kami akan melanjutkan kebudayaan yang ada di Tana Toa sesuai dengan apa yang kami dapatkan liburan kemarin.

Sebelum memasuki kawasan adat Amma Toa ini kami sudah ada pertanyaan sederhana, antara malu atau takut untuk bertanya tapi pada akhirnya kami menemukan jawabannya....
  1. Kenapa harus memakai pakaian hitam ? Karena warna hitam adalah warna yang tua, sesuai dengan tanah ini yang merupakan tanah tertua. Menurut mereka, hitam memiliki makna kebersahajaan, kesederhanaan, kesamaan atau kesetaraan seluruh masyarakatnya. Selain itu, pakaian hitam juga dimaksudkan agar mereka selalu ingat akan kematian atau dunia akhir. 
  2. Kenapa tanpa memakai alas kaki ? Karena agar kaki kita menyentuh tanah dan senantiasa mengingat bahwa penciptaan kita berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah pula. 
  3. Nama Amma Toa yang menjabat sekarang ? Puto Palasa

Ada dua bentuk ritual yang dijalankan oleh masyarakatnya apabila terjadi kasus pencurian, yaitu tunu panroli dan tunu passau.
Tunu panroli yaitu mencari pelaku pencurian dengan cara seluru masyarakat memegang linggis yang membara setelah dibakar. Masyarakat yang tidak bersalah, tidak akan merasakan panasnya linggis tersebut.
Tapi, apabila sang pencuri melarikan diri, maka dilakukanlah tunu Passau yaitu Ammatoa membakar kemenyan sambil membaca mantra yang dikirmkan kepada pelaku agar jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia secara tidak wajar.
Dalam hal perkawinan, seorang wanita dapat menikah jika dia bisa memasak, menenun, dan menjahit. Sedangkan pria dapat menikah jika dia bisa ke sawah untuk bekerja. :) ( mari belajarr yukkk ~~ )

Berikut adalah tempat untuk A'Borong (Berkumpul). jadi jika ingin mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan suatu masalah, maka mereka akan menggunakan rumah ini. Hehehe, lucu yahh :)
Tempat untuk a'borong

NO KEPSYENNN



Sekian yang kami bisa jelaskan, berhubung kami mengejar waktu untuk pulang ke Makassar jadi kami tidak terlalu lama. Mohon maaf jika dalam pengetikannya ada yang salah yahh ^^

Sabtu, 25 Juli 2015

Melirik Kebudayaan di Tana Toa (Bagian 1)

Assalamualaikum kak dan selamat malam, Minal Aidzin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin dari kami keluarga Lintas Budaya Indonesia jika dalam penulisan di blog ini terdapat banyak kesalahan.
Bagaimana mudiknya ? pasti seru yaa karena berkumpul bersama keluarga. :)
Bagaimana dengan mudik kami ? Sebagian dari kami tidak mudik karena Makassar menjadi kampung halaman kami. :D 

TAPI KAMI LIBURANN ~~~~

Lalu bagaimana liburan kami kemarin tgl 18 - 19 juli 2015 ?
Kemarin kami belajar kebudayaan di Tana Toa yang berada di desa Kajang, Kabupaten Bulukumba. Jarak kurang lebih sekitar 30KM dari tempat kami nge-camp Pantai Samboang. Dengan bantuan teman baru kami yang kebetulan mereka tinggal daerah kajang: Kak Itto, Kak Ulli, dan Kak Ical kami menuju KAWASAN ADAT AMMA TOA.


TANA TOA artinya Tanah Tertua. TANA TOA merupakan suatu kawasan yang dipercaya oleh masyarakat sebagai Tanah yang paling tua dari Sabang sampai Merauke, dimana kawasan ini dihuni oleh masyarakat yang memiliki adat dan kepercayaan yang mungkin dianggap ekstrem bagi masyarakat secara umum.

Bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya adalah bahasa konjo .Bahasa konjo termasuk bahasa Makassar yang berkembang dalam satu komunitas masyarakat. Sedikit penggambaran bahwa masyarakat yang ada di kawasan Tana Toa menolak adanya teknologi, makanya ketika kami berkunjung ke rumah Amma Toa tidak diperkenankan untuk memakai alas kaki dan menggunakan teknologi ( HP, kamera, dan sejenisnya ) termasuk mengambil gambar, kecuali keluar dari halaman rumah baru kami bisa mengambil gambar.

Depan Rumah Amma Toa, Bersama Kak Ical (Kedua dari kanan, pakai topi)



Jadi siapa Amma Toa ? (AMMA; Bapak dan TOA; Tua) artinya bapak yang dituakan.
Amma Toa adalah Pimpinan yang mereka hormati dan setiap keputusan yang dibuat harus disetujui oleh Amma Toa. Kekuasaannya absolut, kebijakannya dalam bidang adat, pemerintahan, dan aturan - aturan agama.

lalu bagaimana kriteria untuk bisa jadi Amma Toa ? 
Istilah Amma Toa dimulai sejak datangnya ‘Tomanurung’ (menurut kepercayaan; Tomanurung adalah cikal bakal masyarakat di Sul Sel). Amma Toa yang petama adalah Datuk moyang yang sampai sekarang sudah Amma Toa yang ke-22 sejak Amma Toa yang pertama. Adapun kedudukan Amma Toa adalah seumur hidup, artinya orang yang dipilih menjadi Amma Toa meninggal dunia. Lalu akan dipilih lagi Amma Toa yang baru.
Calon Amma Toa yang baru harus memenuhi beberapa kriteria tertentu yang merupakan sesuatu yang gaib, artinya mendapat petunjuk dari Turae Ra’na (baca; Tuhan) untuk melakukan beberapa hal sebelum jadi Amma Toa. Tapi yang paling penting adalah orang tersebut adalah orang yang jujur, tidak pernah menyakiti, menjaga diri dari perbuatan jahat, tidak merusak alam serta senantiasa mendekatkan diri pada “Turae ra’na”. .Lalu para calon Amma Toa dikumpulkan, kemudian seekor ayam dilepaskan. Ketika ayam tersebut hinggap pada salah seorang calon, maka dialah yang menjadi pemimpin adat berikutnya.
Ini adalah kuburan Amma Toa sebelumnya




 to be continue . . .

Sabtu, 13 Juni 2015

Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan




Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Terletak dibagian selatan provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 395,83 km² atau 39.583 Ha yang dirinci berdasarkan Lahan Sawah mencapai 7.253 Ha (18,32%) dan Lahan Kering mencapai 32.330 Ha. Secara administrasi Kabupaten Bantaeng terdiri atas 8 kecamatan yang terbagi atas 21 kelurahan dan 46 desa. Jumlah penduduk mencapai 170.057 jiwa. Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada bagian barat dan timur sepanjang 21,5 kilometer yang cukup potensial untuk perkembangan perikanan dan rumput laut.

Kondisi geografis dan kependudukan
Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada titik 5o21'23"-5o35'26" lintang selatan dan 119o51'42"-120o5'26" bujur timur. Berjarak 125 Km kearah selatan dari Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya mencapai 395,83 Km2 dengan jumlah penduduk 170.057 jiwa (2006) dengan rincian Laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan 87.452 jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Pada bagian utara daerah ini terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan Lompobattang. Sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan persawahan.
Kabupaten Bantaeng yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang dimilikinya ± 39.583 Ha. Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung 2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng sebesar 6.222 Ha (2006).
Karena sebagian besar penduduknya petani, maka wajar bila Bantaeng sangat mengandalkan sektor pertanian. Masuk dalam pengembangan Karaeng Lompo, sebab memang jenis tanaman sayur-sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Kentang adalah salah satu tanaman holtikultura yang paling menonjol. Data terakhir menunjukkan bahwa produksi kentang mencapai 4.847 ton (2006). Selain kentang, holtikultura lainnya adalah kool 1.642 ton, wortel 325 ton dan buah-buahan seperti pisang dan mangga. Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditi utama mengalami peningkatan yang cukup berarti.
 
Peta Kab. Bantaeng
Industri dan pariwisata
Sektor industri menjadi pilihan kedua untuk dikembangkan di Kabupaten Bantaeng yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pengembangan sektor industri sangat berpeluang dimasa mendatang, namun membutuhkan investor yang sangat kuat. Dengan perkembangan sektor industri, dampaknya sangat positif, sebab disamping meningkatkan pendapatan masyarakat juga menyerap banyak tenaga kerja. Industri-industri yang berkembang antara lain adalah industri pembersih biji kemiri, pembuatan gula merah, pertenunan godongan, pembuatan perabot rumah tangga dari kayu, anyaman bambu atau daun lontar dan lain-lain.
Sektor lain yang perlu diperhitungkan adalah sektor pariwisata. Kabupaten Bantaeng memiliki peninggalan sejarah yang tercatat dalam buku-buku sejarah. Peninggalan-peninggalan sejarah tersebut sangat menarik untuk dikunjungi. Tak heran memang jika pemerintah kabupaten setempat sangat menaruh perhatian terhadap pariwisata. Terbukti direnovasinya berbagai objek wisata alam menjadi tempat menarik, sepeti permandian alam Bissappu. Juga dipeliharanya peningalan-peninggalan sejarah seperti Balla Tujua yang merupakan kebanggaan masyarakat setempat.
Kabupaten Bantaeng terus berpacu dengan daerah lainnya dengan mengembangkan penataan kota melaui pembuatan taman, drainase, lampu jalan dan lain-lain.

Sejarah yang terlupakan
Komunitas Onto memiliki sejarah tersendiri yang menjadi cikal bakal Bantaeng. Menurut Karaeng Imran Masualle salah satu generasi penerus dari kerajaan Bantaeng, dulunya daerah Bantaeng ini masih berupa lautan. Hanya beberapa tempat tertentu saja yang berupa daratan yaitu daerah Onto dan beberapa daerah di sekitarnya yaitu Sinoa, Bisampole, Gantarang keke, Mamapang, Katapang dan Lawi-Lawi. Masing-masing daerah ini memiliki pemimpin sendiri-sendiri yang disebut dengan Kare’. Suatu ketika para Kare yang semuanya ada tujuh orang tersebut, bermufakat untuk mengangkat satu orang yang akan memimpin mereka semua.
Sebelum itu mereka sepakat untuk melakukan pertapaan lebih dulu, untuk meminta petunjuk kepada Dewata (Yang Maha Kuasa) siapa kira-kira yang tepat menjadi pemimpin mereka. Lokasi pertapaan yang dipilih adalah daerah Onto. Ketujuh Kare itu kemudian bersamadi di tempat itu. Tempat-tempat samadi itu sekarang disimbolkan dengan Balla Tujua (tujuh rumah kecil yang beratap, berdidinding dan bertiang bambu). Pada saat mereka bersemadi, turunlah cahaya ke Kare Bisampole (Pimpinan daerah Bisampole) dan terdengar suara :”Apangaseng antu Nuboya Nakadinging-dinginganna” (Apa yang engkau cari dalam cuaca dingin seperti ini). Lalu Kare Bisampole menjelaskan maksud kedatangannya untuk mencari orang yang tepat memimpin mereka semua, agar tidak lagi terpisah-pisah seperti sekarang ini. Lalu kembali terdengar suara: “Ammuko mangemako rimamampang ribuangayya Risalu Cinranayya (Besok datanglah kesatu tempat permandian yang terbuat dari bamboo).
Keesokan harinya mereka mencari tempat yang dimaksud di daerah Onto. Di tempat itu mereka menemukan seorang laki-laki sedang mandi. “Inilah kemudian yang disebut dengan To Manurunga ri Onto,” jelas Karaeng Burhanuddin salah seorang dari generasi kerajaan Bantaeng. Lalu ketujuh Kare menyampaikan tujuannya untuk mencari pemimpin, sekaligus meminta Tomanurung untuk memimpin mereka. Tomanurung menyatakan kesediaannya, tapi dengan syarat. “Eroja nuangka anjari Karaeng, tapi nakkepa anging kau leko kayu, nakke je’ne massolong ikau sampara mamanyu” (saya mau diangkat menjadi raja pemimpin kalian tapi saya ibarat angin dan kalian adalah ibarat daun, saya air yang mengalir dan kalian adalah kayu yang hanyut),” kata Tomanurung.
Ketujuh Kare yang diwakili oleh Kare Bisampole pun menyahut; “Kutarimai Pakpalanu tapi kualleko pammajiki tangkualleko pakkodii, Kualleko tambara tangkualleko racung.” (Saya terima permintaanmu tapi kau hanya kuangkat jadi raja untuk mendatangkan kebaikan dan bukan untuk keburukan, juga engkau kuangkat jadi raja untuk jadi obat dan bukannya racun). Maka jadilah Tomanurung ri Onto ini sebagai raja bagi mereka semua. Pada saat ia memandang ke segala penjuru maka daerah yang tadinya laut berubah menjadi daratan. Tomanurung ini sendiri lalu mengawini gadis Onto yang dijuluki Dampang Onto (Gadis jelitanya Onto)
Setelah itu mereka pun berangkat ke arah yang sekarang disebut gamacayya. Di satu tempat mereka bernaung di bawah pohon lalu bertanyalah Tomanurung pohon apa ini, dijawab oleh Kare Bisampole: Pohon Taeng sambil memandang kearah enam kare yang lain. Serentak kenam kare yang lain menyatakan Ba’ (tanda membenarkan dalam bahasa setempat). Dari sinilah kemudian muncul kata Bantaeng dari dua kata tadi yaitu Ba’ dan Taeng jelas Karaeng Imran Masualle. Konon karena daerah Onto ini menjadi daerah sakral dan perlindungan bagi keturunan raja Bnataeng bila mendapat masaalah yang besar, maka bagi anak keturunan kerajaan tidak boleh sembarangan memasuki daerah ini, kecuali diserang musuh atau dipakaikan dulu tanduk dari emas. Namun kini hal itu hanya cerita. Karena menurut Karaeng Burhanuddin semua itu telah berubah akibat kebijakan Pemda yang telah melakukan tata ruang terhadap daerah ini. Kini Kesakralan daerah itu hanya tinggal kenangan.
Tanggal 7 (tujuh) menunjukkan simbol Balla Tujua di Onto dan Tau Tujua yang memerintah dimasa lalu, yaitu: Kare Onto, Bissampole, Sinowa, Gantarangkeke, Mamampang, Mamampang, Katapang dan Lawi-Lawi.
Selain itu, sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli 1667 terjadi perang Makassar, dimana tentara Belanda mendarat lebih dahulu di Bantaeng sebelum menyerang Gowa karena letaknya yang strategis sebagai bandar pelabuhan dan lumbung pasngan Kerajaan Gowa. Serangan Belanda tersebut gagal, karena ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng sebagai bagian Kerajaan Gowa pada waktu itu mengadakan perlawanan besar-besaran.
Bulan 12 (dua belas), menunjukkan sistem Hadat 12 atau semacam DPRD sekarang yang terdiri dari perwakilan rakyat melalui Unsur Jannang (Kepala Kampung) sebagai anggotanya yang secara demokratis mennetapkan kebijaksanaan pemerintahan bersama Karaeng Bantaeng.
Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr. Muhammad Yamin, telah dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada, ketika kerajaan Singosari dibawah pemerintahan Raja Kertanegara memperluas wilayahnya ke daerah timur Nusantara untuk menjalin hubungan niaga pada tahun 1254-1292. Penentuan autentik Peta Singosari ini jelas membuktikan Bantaeng sudah ada dan eksis ketika itu.
Bahkan menurut Prof. Nurudin Syahadat, Bantaeng sudah ada sejak tahun 500 masehi, sehingga dijuluki Butta Toa atau Tanah Tuo (Tanah bersejarah).
Selanjutnya laporan peneliti Amerika Serikat Wayne A. Bougas menyatakan Bantayan adalah Kerajaan Makassar awal tahun 1200-1600, dibuktikan dengan ditemukannya penelitian arkeolog dan para penggali keramik pada bagian penting wilayah Bantaeng yakni berasal dari dinasti Sung (960-1279) dan dari dinasti Yuan (1279-1368).
Dengan demikian, maka sesuai kesepakatan yang telah dicapai oleh para pakar sejarah, sesepuh dan tokoh masyarakat Bantaeng pada tanggal 2-4 Juli 1999. berdasarkan Keputusan Mubes KKB nomor 12/Mubes KKB/VII/1999 tanggal 4 Juli 1999 tentang penetapan Hari Jadi Bantaeng maupun kesepatan anggota DPRD Tingkat II Bantaeng, telah memutuskan bahwa sangat tepat Hari Jadi Bantaeng ditetapkan pada tanggal 7 bulan 12 tahun 1254, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor: 28 tahun 1999.

Daftar nama-nama raja yang pernah memerintah
Berikut ini adalah daftar nama-nama raja yang pernah memerintah di wilayah Kabupaten Bantaeng, yaitu:

  1. Bantayan pada awalnya sebagai Kerajaan yakni tahun 1254 - 1293 yang mana diperintah oleh Mula Tau yang bergelar To Toa  yang memimpin Kerajaan Bantaeng yang terdiri dari 7 Kawasan yang masing diantaranya dipimpin oleh Karaeng, yaitu Kare Onto, Kare Bissampole, Kare Sinoa, Kare Gantarang Keke, Kare Mamampang, Kare Katampang dan Kare Lawi-Lawi, yang semua Kare tersebut dikenal dengan nama “Tau Tujua”
  2. Sesudah Mula Tau, maka Raja kedua yang memerintah yaitu Raja Massaniaga pada tahun 1293.
  3. Pada tahun 1293 - 1332 dipimpin oleh To Manurung atau yang bergelar Karaeng Loeya.
  4. Tahun 1332 - 1362 dipimpin oleh Massaniaga Maratung.
  5. Tahun 1368 - 1397 dipimpin oleh Maradiya.
  6. Tahun 1397 - 1425 dipimpin oleh Massanigaya.
  7. Tahun 1425 - 1453 dipimpin oleh I Janggong yang bergelar Karaeng Loeya.
  8. Tahun 1453 - 1482 dipimpin oleh Massaniga Karaeng Bangsa Niaga.
  9. Tahun 1482 - 1509 dipimpin oleh Daengta Karaeng Putu Dala atau disebut Punta Dolangang.
 10. Tahun 1509 - 1532 dipimpin oleh Daengta Karaeng Pueya.
 11. Tahun 1532 - 1560 dipimpin oleh Daengta Karaeng Dewata.
 12. Tahun 1560 - 1576 dipimpin oleh I Buce Karaeng Bondeng Tuni Tambanga.
 13. Tahun 1576 - 1590 dipimpin oleh I Marawang Karaeng Barrang Tumaparisika Bokona.
 14. Tahun 1590 - 1620 dipimpin oleh Massakirang Daeng Mamangung Karaeng Majjombea Matinroa ri Jalanjang Latenri Rua.
 15. Tahun 1620 - 1652 dipimpin oleh Daengta Karaeng Bonang yang bergelar Karaeng Loeya.
 16. Tahun 1652 - 1670 dipimpin oleh Daengta Karaeng Baso To Ilanga ri Tamallangnge.
 17. Tahun 1670 - 1672 dipimpin oleh Mangkawani Daeng Talele.
 18. Tahun 1672 - 1687 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Baso (kedua kalinya).
 19. Tahun 1687 - 1724 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Ngalle.
 20. Tahun 1724 - 1756 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Manangkasi.
 21. Tahun 1756 - 1787 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Loka.
 22. Tahun 1787 - 1825 dipimpin oleh Ibagala Daeng Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang.
 23. Tahun 1825 - 1826 dipimpin oleh La Tjalleng To Mangnguliling Karaeng Tallu Dongkonga ri Bantaeng yang bergelar Karaeng Loeya ri Lembang.
 24. Tahun 1826 - 1830 dipimpin oleh Daeng To Nace (Janda Permaisuri, Kr. Bagala Dg. Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang).
 25. Tahun 1830 - 1850 dipimpin oleh Mappaumba Daeng To Magassing.
 26. Tahun 1850 - 1860 dipimpin oleh Daeng To Pasaurang.
 27. Tahun 1860 - 1866 dipimpin oleh Karaeng Basunu.
 28. Tahun 1866 - 1877 dipimpin oleh Karaeng Butung.
 29. Tahun 1877 - 1913 dipimpin oleh Karaeng Panawang.
 30. Tahun 1913 - 1933 dipimpin oleh Karaeng Pawiloi.
 31. Tahun 1933 - 1939 dipimpin oleh Karaeng Mangkala
 32. Tahun 1939 - 1945 dipimpin oleh Karaeng Andi Mannapiang
 33. Tahun 1945 - 1950 dipimpin oleh Karaeng Pawiloi (kedua kalinya).
 34. Tahun 1950 - 1952 dipimpin oleh Karaeng Andi Mannapiang (kedua kalinya).
 35. Tahun 1952 - Karaeng Massoelle (sebagai pelaksana tugas).

Daftar Kepala Pemerintahan
Sejak terbentuknya Kabupaten daerah Tingkat II Bantaeng berdasarkasn UU Nomor 29 Tahun 1959, Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang pertama dilantik pada tanggal 1 Pebruari 1960. Adapun pejabat pemerintahan sejak terbentuknya Kabupaten Bantaeng hingga saat ini adalah sebagai berikut:
  1. A. Rifai Bulu (1960-1965)
  2. Aru Saleh (1965-1966)
  3. Solthan (1966-1971)
  4. H. Solthan (1971-1978)
  5. Drs. H. Darwis Wahab (1978-1988)
  6. Drs. H. Malingkai Maknun (1988-1993)
  7. Drs. H. Said Saggaf (1993-1998)
  8. Drs. H. Azikin Solthan, M.Si (1998-2008)
  9. Prof. DR. Ir. H. M. Nurdin Abdullah, M.Agr (2008-2013)
  10. Prof. DR. Ir. H. M. Nurdin Abdullah, M.Agr (2013-2018)
Referensi
1.      ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013". 2013-02-04. Diakses 2013-02-15.
2.      ^ Sumber: Data BPS Kabupaten Bantaeng tahun 2008

Tempat Wisata
Eremerasa (Ermes)
Ermes merupakan tempat wisata alam yang berupa kolam permandian yang airnya bersumber langsung dari mata air. Permandian yang letaknya sekitar 12 km dari kota Bantaeng ini memiliki dua kolam renang, satu untuk pengunjung dewasa dan satunya lagi diperuntukkan bagi pengunjung anak-anak.

Air Terjun Bissappu
Letaknya sekitar 5 km dari jalan poros Bantaeng - Jeneponto merupakan air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 85 m



Agrowisata Loka
Loka merupakan sebuah daerah yang terletak di kaki pegunungan Lompobattang berjarak 20 km dari kota Bantaeng menyajikan pemandangan pegunungan yang indah dimana kita dapat melihat laut dari ketinggian. Dapa dijadikan sebagai tempat wisata keluarga favorit yang dapat mengajarkan kepada anak-anak tentang tanaman sayuran seperti Kubis, Wortel, Kentang, Bawang serta buah-buahan seperti Stroberi, Apel, dan Paprika.





Pantai Seruni
Merupakan spot paling banyak dikunjungi oleh warga bantaeng menawarkan jajanan ringan seperti gorengan, minuman dingin dan panas. di sini terdapat pula lintasan joging yang mengelilingi lapangan kecil. Pantai ini akan ramai dari sore hari hingga malam oleh orang-orang yang duduk bercengkrama dengan kerabat dan keluarga. Pada pagi hari dijadikan sebagai tempat olahraga.


Pantai Marina
Destinasi wisata yang tergolong baru ini menawarkan beberapa fasilitas seperti Rest Area yang di dalamnya terdapat Mesjid, Kios-kios jajanan dan cindera mata khas bantaeng, Gasebo, dll. Pada kawasan pantainya menawarkan fasilitas penginapan dan gasebo-gasebo kecil yang dapat anda gunakan untuk keluarga.


Pasar Lambocca
Destinasi wisata yang tergolong baru ini merupakan sebuah pasar tradisional/rakyat yang telah di revitalisasi oleh pemerintah dan salah satu perbankan nasional. wisata belanja aneka kebutuhan dan kuliner lokal bantaeng, diantaranya kue baruasa balanda, Cucuru Bayao, Biji Nangka, Kentang Rebus, serta Kaloli  dan lain-lain sembari menikmati pemandangan petani rumput laut yang sedang beraktifitas. selain itu, anda bisa menikmati sensasi transportasi tradisional dokar. Saat ini pasar rakyat ini masih beroperasi dua kali seminggu yaitu Senin dan Kamis, mudah-mudahan ke depan bisa beroperasi setiap hari.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bantaeng
Foto By : Koleksi pribadi dan google
  

Jika belum sempat menikmati keindahan dan keramahan Kabupaten Bantaeng, maka luangkanlah waktu Anda dan berkunjunglah....

 Salam Budaya, salam Sahabat LBI.

Terima kasih....